Home » » Yaman di Ambang Perang Atrisi?

Yaman di Ambang Perang Atrisi?


Situasi keamanan di Yaman kembali menjadi sorotan setelah muncul laporan yang saling bertolak belakang dari media yang berafiliasi dengan faksi-faksi utama di negara tersebut. Di tengah stagnasi politik dan rapuhnya proses perdamaian, muncul pertanyaan besar apakah Yaman kini sedang memasuki fase perang atrisi yang baru dan lebih kompleks.

Media yang dekat dengan Southern Transitional Council (STC) terus menyiarkan klaim bahwa mereka telah menguasai penuh wilayah strategis Hadramaut dan Al-Mahra. Narasi ini disampaikan dengan penekanan bahwa stabilitas dan kontrol keamanan di wilayah selatan berada di tangan otoritas lokal yang berafiliasi dengan STC.

Penguasaan Hadramaut dan Mahra memiliki arti strategis besar. Selain wilayahnya luas, kawasan ini kaya sumber daya dan memiliki posisi geopolitik penting yang berbatasan langsung dengan Arab Saudi dan jalur laut vital di Laut Arab. Klaim kontrol penuh oleh STC dipandang sebagai sinyal konsolidasi kekuatan jangka panjang.

Namun, narasi tersebut dibantah oleh media yang pro kepada Presidential Leadership Council (PLC). Media ini melaporkan bahwa sejumlah titik konsentrasi pasukan STC justru berhasil direbut atau ditekan oleh milisi Dar’a Al-Wathan yang berafiliasi dengan pemerintah pusat.

Menurut laporan pro-PLC, bentrokan terbatas terjadi di beberapa pos keamanan dan jalur strategis, meski tidak berkembang menjadi pertempuran terbuka skala besar. Fokus operasi disebut menyasar penggerusan pengaruh STC secara perlahan, bukan konfrontasi frontal.

Perbedaan narasi ini memunculkan dugaan kuat bahwa Yaman memang sedang mengalami bentuk perang atrisi. Perang jenis ini tidak ditandai oleh pertempuran besar, melainkan oleh pengurasan kekuatan lawan melalui tekanan berkelanjutan, perebutan titik kecil, dan perang informasi.

Dalam konteks Yaman, perang atrisi tercermin dari perebutan pos, gangguan logistik, infiltrasi milisi lokal, dan kampanye media yang intens. Tidak ada deklarasi perang resmi, tetapi ketegangan terus dipelihara pada tingkat yang menguras sumber daya semua pihak.

STC tampaknya berupaya mempertahankan citra stabilitas dengan menonjolkan kontrol administratif dan keamanan. Penguasaan narasi menjadi alat penting untuk menjaga legitimasi di hadapan pendukung lokal maupun mitra regional.

Sebaliknya, PLC berupaya menunjukkan bahwa otoritas pemerintah pusat masih relevan dan memiliki daya tekan di lapangan. Laporan keberhasilan Dar’a Al-Wathan menguasai titik STC berfungsi sebagai pesan politik bahwa kekuasaan STC tidak absolut.

Dar’a Al-Wathan sendiri memainkan peran penting dalam dinamika ini. Milisi tersebut sering digunakan sebagai alat fleksibel oleh PLC untuk menantang STC tanpa harus mengerahkan pasukan reguler secara terbuka.

Kondisi ini menciptakan situasi abu-abu, di mana garis depan tidak jelas dan kontrol wilayah dapat berubah tanpa pengumuman resmi. Di mata warga sipil, situasi ini justru menambah ketidakpastian keamanan dan ekonomi.

Para pengamat menilai bahwa konflik internal ini sengaja dijaga pada intensitas rendah. Tidak ada pihak yang benar-benar siap atau diizinkan oleh sponsor regional untuk memicu perang terbuka di selatan Yaman.

Faktor regional turut berperan besar. Stabilitas di Hadramaut dan Mahra berkaitan langsung dengan kepentingan keamanan perbatasan dan jalur energi, sehingga eskalasi besar dipandang tidak diinginkan.

Meski demikian, perang atrisi tetap berbahaya karena bersifat kumulatif. Setiap kehilangan kecil, baik personel, senjata, maupun dukungan masyarakat, secara perlahan melemahkan lawan.

Perang media juga menjadi bagian integral dari konflik ini. Klaim kemenangan, penyangkalan kekalahan, dan seleksi informasi menjadi senjata yang sama pentingnya dengan senjata di lapangan.

Di tengah tarik-menarik ini, warga Hadramaut dan Mahra berada dalam posisi paling rentan. Stabilitas yang diklaim sering kali tidak sepenuhnya dirasakan di tingkat akar rumput.

Absennya solusi politik yang jelas membuat perang atrisi menjadi opsi yang paling mungkin. Setiap pihak menunggu lawannya kehabisan sumber daya, dukungan, atau legitimasi.

Kondisi ini memperpanjang krisis Yaman yang seharusnya sudah memasuki fase pascaperang. Alih-alih rekonstruksi, energi politik dan militer kembali tersedot ke konflik internal.

Para analis menilai bahwa jika pola ini berlanjut, konflik selatan Yaman akan semakin terfragmentasi dan sulit diselesaikan melalui negosiasi tunggal.

Hingga kini, tidak ada indikasi kuat bahwa salah satu pihak akan memperoleh kemenangan cepat. Justru, tanda-tanda menunjukkan konflik berkepanjangan dengan intensitas rendah.

Dengan demikian, apa yang terjadi di Yaman saat ini lebih tepat dibaca sebagai perang atrisi terselubung, di mana senjata, politik, dan propaganda berjalan beriringan tanpa akhir yang jelas.

loading...

Popular Posts

Popular Posts

Video Of the Day

More

 
Copyright ©
Created By Sora Templates & Free Blogger Templates