Filantropi Masyarakat Antara Potensi dan Reformasi
PKPU Online Oleh Drs. H. Shafwan Nawawi MA. *)
Potensi filantropi Islam dalam masyarakat Sumatra Barat dalam aplikasinya masih membutuhkan pembenahan dan pembinaan yang serius dan proporsional. Masalahnya potensi yang ada berada dalam kultur status quo dimana pemahaman, pengamalan, sifat, waktu dan segmen distribusi, serta managemen kerja berkisar seputar ibadah dalam pengertian sangat terbatas dan bersifat konsumtif semata.
Karenanya tradisi filantropi umat Islam nyaris statis baik dalam kualitas maupun kwantitas. Kondisi lapangan yang ditemukan dewasa ini diantaranya filantropi antara semangat ibadah dan mental taqlid.
Artinya jiwa filantropi yang ada cendrung tradisional dan taqlid (mengikuti berdasarkan fanatisme). Berangkat dari dorongan rasa beragama mereka mengeluarkan dana sosial (dalam hal ini ziswaf) menurut tradisi yang berjalan, tanpa mengkaji ulang apakah pola yang mereka tempuh sudah sesuai dengan syari?at Islam atau tidak.
Disini, faktor religiusnya hanya bersifat spirit semata, tanpa melihat lebih visioner bahwa untuk aplikasi ibadah itu harus direalisasikan dengan panduan syari?at dan maqashidnya (tujuan yang hendak dicapai dari kewajiban tersebut)
Pemahaman
Dari sisi pemahaman ber−ziswaf yang ditemukan, bahwa masyarakat membayar zakat merupakan suatu kewajiban dan mereka ingin pembayaran mereka itu sah menurut syari?at. Tapi apa tujuan zakat, bagaimana menghitung nishab, kenapa akad itu harus melalui amil, berapa kadar yang harus diberikan pada mustahik, dan sebagainya mereka umunya tak mengetahui.
Ada dua faktor pemahaman yang terus jadi masalah di masyarakat kita. Pertama, ketidakpamahamannya itu tidak diikuti pula oleh keingintahuan lebih dari apa yang dipahami. Kedua, mereka mempunyia guru yang mereka anggap sudah final sebagai tempat mendapatkan informasi atau ilmu.
Khusus bagi mereka yang berzakat melalui PKPU meyakini bahwa penyalurannya melalui PKPU Sumatra Barat adalah yang paling baik dan paling dipercaya. Artinya mereka yang berzakat ke PKPU adalah mereka yang telah mendapatkan sosialisasi pemahaman berzakat baik melalui penyuluhan yang dilakukan atau melalui berbagai media yang diterbitkan, seperti liflet, buletin, buku panduan berzakat, dan lainnya.
Pengamalan,
Sementara ini ada beberapa penilaian yang terjadi di masyarakat tentang Filantropi Zakat, yaitu:
1. Menyalurkan zakat secara langsung, bukan pada amil zakat
2. Menentukan sendiri Mustahik
3. Menentukan sendiri takaran kadar yang akan diberikan pada mustahik
4. Menyalurkan zakat untuk pembangunan masjid
5. Mengutamakan kerabat sendiri
6. Dibayarkan umumnya bulan Ramadhan
7. Sebagian mereka berzakat dengan pakaian atau bahan lainnya
8. Ada juga yang menyalurkan zakat pada anak yatim
9. Mustahiq dari asnaf yang lain, seperti gharimin, dan lainnya tidak menjadi perhatian
Adapun kebalikan dari penilaian masyarakat tentang Filantropi Non Zakat adalah
1. Kecuali wakaf, jumlahnya lebih sedikit dari zakat
2. Diberikan jika diminta
3. Diberikan karena faktor emosional, misalnya pemberian sesuatu pada korban bencana alam
4. Memberi jika yang dibantu dilihat sendiri.
5. Yang diberikan itu untuk kepentingan konsumtif.
6. Memberi karena faktor suka tak suka
Dari pengamalan, seperti dapat dipastikan bahwa ziswaf tidak akan menjadi solusi dari permasalahan sosial ekonomi yang terjadi di masyarakat, karena selain tidak terorganisir, tidak adanya pemerataan, subjektivitas, tidak adanya skala proritas, serta tidak tepatnya sasaran.
Sifat
Melihat pola berzakat masyarakat yang seperti diatas terkesan sifatnya bahwa zakat itu diperlakukan sebagai pelaksana kepentingan yang bersangkutan, bukan sebagai pelaksanakan suatu ibadah mahdhah apalagi sebagai tanggungjawab sosial.
Waktu
Bagaimana jadinya potensi ziswaf akan berdayaguna untuk mengatasi masalah sosial, jika masing−masing membagikan sendiri, atau masing−masjid membagikan sendiri dan itu dilakukan hanya sekali dalam setahun. Sementara masalah kaum dhu?afa berlarut−larut dalam kesulitan harian yang harus dibenahi secara mendasar.
Segmen distribusi
Melihat segmen distribusi yang hanya berkisar kerabat dekat, masjid dan orang−orang tertentu, seperti guru agama, maka tentu masalah masyarakat jalanan, tuna wisma, masalah pengangguran, masalah anak−anak terlantar, dan lain−lain tidak ter−cover, selain juga pemberian tersebut umumnya bersifat konsumtif, maka pendanaan yang sifatnya modal kerja, penyuluhan ketenagakerjaan tak terjangkau oleh dana zizwaf
Managemen kerja
Menurut saya ziswaf merupakan basis sosial ekonomi umat Islam yang karenanya apabila ditangani oleh pribadi−pribadi atau kelompok kecil, maka fungsi dan tujuan zakat tak pernah tercapai. Sebab masalah sosial ekonomi bukan masalah individu atau kelompok, tapi terkait dengan masalah bersama dalam sustu sistem kekuasaan (pemerintah) yang karenanya peran BAZ dan LAZ adalah bersifat membantu pemerintah.
*) Drs. H. Shafwan Nawawi MA : Manajer Cabang PKPU Sumatra Barat
PKPU Online Oleh Drs. H. Shafwan Nawawi MA. *)
Potensi filantropi Islam dalam masyarakat Sumatra Barat dalam aplikasinya masih membutuhkan pembenahan dan pembinaan yang serius dan proporsional. Masalahnya potensi yang ada berada dalam kultur status quo dimana pemahaman, pengamalan, sifat, waktu dan segmen distribusi, serta managemen kerja berkisar seputar ibadah dalam pengertian sangat terbatas dan bersifat konsumtif semata.
Karenanya tradisi filantropi umat Islam nyaris statis baik dalam kualitas maupun kwantitas. Kondisi lapangan yang ditemukan dewasa ini diantaranya filantropi antara semangat ibadah dan mental taqlid.
Artinya jiwa filantropi yang ada cendrung tradisional dan taqlid (mengikuti berdasarkan fanatisme). Berangkat dari dorongan rasa beragama mereka mengeluarkan dana sosial (dalam hal ini ziswaf) menurut tradisi yang berjalan, tanpa mengkaji ulang apakah pola yang mereka tempuh sudah sesuai dengan syari?at Islam atau tidak.
Disini, faktor religiusnya hanya bersifat spirit semata, tanpa melihat lebih visioner bahwa untuk aplikasi ibadah itu harus direalisasikan dengan panduan syari?at dan maqashidnya (tujuan yang hendak dicapai dari kewajiban tersebut)
Pemahaman
Dari sisi pemahaman ber−ziswaf yang ditemukan, bahwa masyarakat membayar zakat merupakan suatu kewajiban dan mereka ingin pembayaran mereka itu sah menurut syari?at. Tapi apa tujuan zakat, bagaimana menghitung nishab, kenapa akad itu harus melalui amil, berapa kadar yang harus diberikan pada mustahik, dan sebagainya mereka umunya tak mengetahui.
Ada dua faktor pemahaman yang terus jadi masalah di masyarakat kita. Pertama, ketidakpamahamannya itu tidak diikuti pula oleh keingintahuan lebih dari apa yang dipahami. Kedua, mereka mempunyia guru yang mereka anggap sudah final sebagai tempat mendapatkan informasi atau ilmu.
Khusus bagi mereka yang berzakat melalui PKPU meyakini bahwa penyalurannya melalui PKPU Sumatra Barat adalah yang paling baik dan paling dipercaya. Artinya mereka yang berzakat ke PKPU adalah mereka yang telah mendapatkan sosialisasi pemahaman berzakat baik melalui penyuluhan yang dilakukan atau melalui berbagai media yang diterbitkan, seperti liflet, buletin, buku panduan berzakat, dan lainnya.
Pengamalan,
Sementara ini ada beberapa penilaian yang terjadi di masyarakat tentang Filantropi Zakat, yaitu:
1. Menyalurkan zakat secara langsung, bukan pada amil zakat
2. Menentukan sendiri Mustahik
3. Menentukan sendiri takaran kadar yang akan diberikan pada mustahik
4. Menyalurkan zakat untuk pembangunan masjid
5. Mengutamakan kerabat sendiri
6. Dibayarkan umumnya bulan Ramadhan
7. Sebagian mereka berzakat dengan pakaian atau bahan lainnya
8. Ada juga yang menyalurkan zakat pada anak yatim
9. Mustahiq dari asnaf yang lain, seperti gharimin, dan lainnya tidak menjadi perhatian
Adapun kebalikan dari penilaian masyarakat tentang Filantropi Non Zakat adalah
1. Kecuali wakaf, jumlahnya lebih sedikit dari zakat
2. Diberikan jika diminta
3. Diberikan karena faktor emosional, misalnya pemberian sesuatu pada korban bencana alam
4. Memberi jika yang dibantu dilihat sendiri.
5. Yang diberikan itu untuk kepentingan konsumtif.
6. Memberi karena faktor suka tak suka
Dari pengamalan, seperti dapat dipastikan bahwa ziswaf tidak akan menjadi solusi dari permasalahan sosial ekonomi yang terjadi di masyarakat, karena selain tidak terorganisir, tidak adanya pemerataan, subjektivitas, tidak adanya skala proritas, serta tidak tepatnya sasaran.
Sifat
Melihat pola berzakat masyarakat yang seperti diatas terkesan sifatnya bahwa zakat itu diperlakukan sebagai pelaksana kepentingan yang bersangkutan, bukan sebagai pelaksanakan suatu ibadah mahdhah apalagi sebagai tanggungjawab sosial.
Waktu
Bagaimana jadinya potensi ziswaf akan berdayaguna untuk mengatasi masalah sosial, jika masing−masing membagikan sendiri, atau masing−masjid membagikan sendiri dan itu dilakukan hanya sekali dalam setahun. Sementara masalah kaum dhu?afa berlarut−larut dalam kesulitan harian yang harus dibenahi secara mendasar.
Segmen distribusi
Melihat segmen distribusi yang hanya berkisar kerabat dekat, masjid dan orang−orang tertentu, seperti guru agama, maka tentu masalah masyarakat jalanan, tuna wisma, masalah pengangguran, masalah anak−anak terlantar, dan lain−lain tidak ter−cover, selain juga pemberian tersebut umumnya bersifat konsumtif, maka pendanaan yang sifatnya modal kerja, penyuluhan ketenagakerjaan tak terjangkau oleh dana zizwaf
Managemen kerja
Menurut saya ziswaf merupakan basis sosial ekonomi umat Islam yang karenanya apabila ditangani oleh pribadi−pribadi atau kelompok kecil, maka fungsi dan tujuan zakat tak pernah tercapai. Sebab masalah sosial ekonomi bukan masalah individu atau kelompok, tapi terkait dengan masalah bersama dalam sustu sistem kekuasaan (pemerintah) yang karenanya peran BAZ dan LAZ adalah bersifat membantu pemerintah.
*) Drs. H. Shafwan Nawawi MA : Manajer Cabang PKPU Sumatra Barat
loading...